Namaku D,
aku dipaksa kawin demi kelancaran bisnis orang tuaku. Istriku dari keluarga
kaya, menghabiskan uang bapaknya terus, dan tidak pernah menghargaiku. Setelah
3 tahun kawin tanpa anak, aku pilih cerai dan pergi dari kota asalku B. Aku
sebagai insinyur arsitek kemudian bekerja di kota J sebagai pemborong
kecil-kecilan. Aku juga bekerja sebagai asisten di Universitas T. Dalam umur 31
tahun ini, barulah aku merasakan hidup bebas, meskipun tidaklah kaya secara
materi.
Saat itulah
aku bertemu dengan M, mahasiswi tahun ke-2, umur 21, anak kost asal S. Tinggi
badan 167 cm, dada & pantat berisi. Kulit putih bersih tipikal orang Cina.
Mata sipit tapi cantik dengan bibir merekah dan rambut sebahu. Meskipun
tertarik, aku tidak banyak harap, kami berbeda suku, agama, dan tingkat
ekonomi.
Situasi
berubah ketika dia menyatakan berminat bekerja sebagai desainer untuk proyek
pribadiku. Pikirku, anak orang kaya kok mau kerja, tidak seperti ex-istriku.
Harus kuakui, dia punya bakat seni gambar desain yang bagus. Aku langsung
setuju. Aku cari proyek, aku dan dia menggabungkan ide untuk gambar desain
ruang. Kami membicarakan proyek di kampus setelah orang lain pulang. Sebagai
laki-laki yang lama tidak merasakan nafkah batin, hal ini benar-benar
menggodaku. Apalagi setelah itu kami sering bekerja berdua di rumah
kontrakanku. Aku juga punya 2 pekerja lain, namun mereka biasanya kerja di
lapangan dan jarang di rumah. Aku suka melihat belahan dadanya yang putih
ketika dia menggambar sambil membungkuk. Ingin rasanya kuremas dan kuhisap
puting susunya. Aku sering berjalan di belakangnya. Ingin kuremas pantatnya
yang lagi nungging dan kuselipkan penisku di antaranya. Namun aku tidak ingin
menyakiti perasaannya.
Hari itu dia
sudah hampir pulang naik bis kota. Aku terima telepon, aku mendapatkan proyek
besar. Ini berasal dari client lama karena puas dengan kerja kami. Aku bilang,
ini karena jasamu, kita memang tim yang kompak. Apa kamu mau jadi partner
bisnisku seterusnya. Dia cuma tersenyum. Kalau lebih dari itu, tanyaku nekad.
Dia diam saja. Aku terus peluk tubuhnya dan kucium bibirnya yang merekah. Dia
tidak menolak.
“Apa kamu
tahu latar belakang hidupku”, tanyaku.
Dia jawab
“Ya, S (pegawaiku yang lain) cerita banyak”.
“S memang
banyak ngomong”, kataku. “Kamu terus bagaimana”, lanjutku.
Dia bilang,
aku tidak peduli, aku suka orang yang kerja keras. Keluargaku kaya tapi pada
manja, itu sebabnya aku kuliah di luar kota. Ternyata kami berdua memang
benar-benar cocok
“Apa kamu
pernah pacaran”, tanyaku.
“Belum”,
jawabnya.
“Mau saya
ajari”, tantangku. Tanpa menunggu jawabannya, aku langsung hisap bibirnya dan
kugelitik lidahnya. Aku terus remas pantatnya, nikmat dan padat. Kurapatkan
dadaku ke dadanya yang kenyal. Juga kuganjalkan penisku yang sudah tegang ke
selangkangannya. Dia jadi gelagapan dan bingung. Tangannya meremas-remas dari
rambutku sampai punggung dan pantatku.
“Mau terus”,
tanyaku.
Dia bilang,
“Jangan…” Aku terus mundur, karena aku menghormatinya.
Pada suatu
hari, aku tidak mampu menahan nafsuku lagi. Waktu itu malam minggu jam 8-an.
Kami membicarakan desain gambar di rumahku. Entah bagaimana kita jadi berciuman
sambil berdiri dan saling meremas. Dia pakai rok terusan. Tanganku merogoh ke
balik roknya. Dia menolak kaget, ini pertama kali aku menjamah tubuhnya secara
langsung. Aku sudah nekad, dengan pengalamanku yang segudang aku taklukkan dia.
Kedua tanganku merogohi dan meremasi pahanya sampai ke atas, perut, dan dada.
Kuangkat roknya tinggi-tinggi. Badannya benar-benar putih dan mulus. Aku belum
pernah melihat pemandangan seperti ini. Aku berlutut menciumi paha dan
perutnya. Dia benar-benar tidak berdaya. Kulepas zipper di punggungnya, dengan
sekali angkat, lepas rok itu dari tubuhnya. Kulepas BH-nya, kujilati susunya
yang montok putih. Kuhisap puting susunya yang masih perawan, warnanya coklat
muda. Tanganku meremas susu satunya dan menggerayangi tubuhnya yang halus.
Kutarik CD-nya sampai ke bawah kaki. Dia kaget dan bilang jangan. Namun sebelum
sempat mengelak, aku cepat-cepat berlutut. Kujilati liang kenikmatannya dan
kugelitik clitorisnya. Rambut kemaluannya halus, liang kewanitaannya merah muda
dan harum baunya. Kujejal-jejalkan dan kukorek-korek lidahku di dalam liang
kewanitaannya. Cairannya banyak, aku lahap semua. Sementara itu tanganku
meremas-remas pantatnya yang putih padat.
Dengan
sekali angkat dia sudah berada di atas meja gambarku. Kedua pahanya
mengangkang, sementara tubuhku berdiri di antaranya. Cepat-cepat kubuka baju,
celana, dan CD-ku. Kita sekarang sama-sama telanjang. Kakinya terus kuatur melingkar
di pinggangku. Penisku kuarahkan ke liang senggamanya. Dia tak mampu menolak
lagi. Dengan mata was-was, dia memandang penisku yang mendekati liang
senggamanya. Aku masukkan kepalanya dulu dan kuayun pelan-pelan. Dia merinding
dan tambah ngos-ngosan. Kusodokkan lebih dalam lagi, dan kurasakan selaput
daranya robek. Dia menjerit sambil mempererat pegangan tangan dan kakinya. Aku
berhenti dulu untuk memberi dia kesempata bernapas. Kemudian kuayun pelan-pelan
sambil terus kumasukkan penisku sampai mentok. Dia melihat selangkangannya
dengan takjub, baru menyadari kalau penisku sudah terbenam di perutnya.
Selangkanganku yang hitam menempel erat dengan miliknya yang putih. Kuayunkan
penisku pelan-pelan. Matanya yang sipit tambah sipit karena merem keenakkan. Aku
ayun penisku lebih cepat, mulutku menghisap susu dan bibirnya bergantian,
tanganku meremas erat pinggul dan pantatnya.
Dihadapanku
adalah tubuh putih mulus menggeliat-geliat menahan desakan tubuhku yang hitam.
Inilah impianku sejak dulu. Mungkin karena sudah lama tidak berhubungan, aku
merasakan akan keluar. Aku tahan dengan cara rileks, aku tunggu dia sampai
puncak. Beberapa saat kemudian aku melihat wajahnya berubah menahan ngilu yang
amat besar. “Aduh, aduh”, katanya. Aku percepat ayunan penisku sampai meja
gambarku berderit-derit. Kemudian aku merasakan lahar panas keluar di dalam
liang liang surganya, tepat di mulut rahimnya. Dia menjerit sambil mencakar
pundakku. Badanku kejang, “aduh M”, kataku, aku keluar. Kurasakan juga cairan
hangat dari dalam liang kewanitaannya membasahi penisku dan selangkangan kami
berdua. Nikmat sekali, jauh lebih nikmat daripada ex-istriku dulu yang berkulit
hitam sepertiku. Setelah itu kami berpelukan lama di atas meja gambar. Dia
nangis.
“Apa kamu
marah”, tanyaku.
“Tidak”,
katanya. Pandangan kami berdua tertumpu pada banyak cairan bercampur darah di
atas meja gambarku.
“Sexnya
orang arsitek”, kataku. Kami berdua terus ketawa bersama sambil berpelukan.
Hari-hari
selanjutnya kami isi dengan acara seks yang lebih panas. Aku ajarkan dia cara
KB. Aku ajari dia beberapa posisi baru. Kami melakukannya di atas kasur tidur,
sofa, dan di kamar mandi. Meja gambar sudah tidak pernah kami pakai lagi,
kecuali untuk menggambar tentunya. Oh, ya aku juga mengajarinya felatio. Aku
suka lihat bibirnya yang merekah dan pipinya yang putih menghisap penis
hitamku.
Dua tahun
yang lalu dia lulus, dan kami terus menikah. orang tua kami tidak setuju, tapi
kami tidak peduli. Dalam hal agama, dia setuju mengalah. Dalam masa krismon
ini, kami jarang sekali mendapatkan proyek. Tapi kami tidak takut, karena kami
sudah biasa hidup sederhana dan kerja keras. Lagi pula, kami sudah punya banyak
tabungan. Suatu hari nanti kondisi pasti membaik.
0 komentar:
Posting Komentar